Welcome To My Blog

Kamis, 19 Januari 2012

Membaca Itu Bukan Hobi

Ketika seseorang ditanya “Apa hobimu?” jawaban mereka akan bermacam-macam. Ada yang menjawab: “Hobi saya berenang, memancing, piknik/jalan-jalan dan lain-lain. Setiap orang memilih hobinya masing-masing, tak jarang hobi yang satu berbeda dengan yang lain. Termasuk kita juga mungkin pernah menemukan ada sebagian orang yang mempunyai hobi membaca.



Hal inilah yang membuat kami heran. Terheran bukan karena alangkah baiknya hobi itu, atau langka sekali orang yang mempunyai hobi seperti itu. Tapi apakah membaca menjadi sebuah hobi. Penulis tertarik dengan ulasan yang diberikan oleh DR. Rajib Al-Sirjany dalam bukunya Al Qira’ah manhajul hayah. Di sana beliau mengungkapkan dapatkah sebuah kegiatan membaca menjadi sebuah hobi. Dengan argumennya yang ringkas ia menjelaskan esensi membaca serta mengupas urgensi membaca dalam Islam dengan menyelipkan sedikit keadaan umat Islam belakangan ini.
Ketika seseorang berkata bahwa hobi saya adalah membaca, bukankah membaca sebuah kebutuhan hidup dan tidak hanya menjadi sebuah hobi. Bisakah seseorang mengatakan bahwa hobinya adalah minum air, contohnya. Bukankah setiap orang juga meminum air. Maka hal ini tidak dapat menjadi sebuah hobi, karena itu merupakan sebuah keniscayaan bukan sebuah hobi. Sama halnya juga ketika seseorang mengatakan: “Hobi saya adalah makan!” Kenapa demikian? Karena makan adalah suatu keniscayaan bukan sebuah hobi, maka setiap orang yang merasa lapar pasti akan makan, mungkin yang berbeda hanyalah macam makanannya, itu wajar-wajar saja. Tetapi ketika engkau dilarang untuk makan, tidur, dan bernafas maka ini dapat menyebabkan kematian, karena semua ini adalah kebutuhan hidup setiap orang. Dan menurut hemat kami, setiap orang haruslah membaca, bukan hanya membaca satu dua buku, sehari sebulan atau setahun saja, tapi membaca haruslah menjadi sebuah “metode hidup” .Janganlah hari-harimu berlalu begitu saja tanpa membaca, yang dimaksud membaca di sini bukan sekedar membaca tetapi membaca sesuatu yang menghasilkan manfaat, bacaan yang membangun bukan menjatuhkan, membawa perubahan bukan menghancurkan. Oleh karena itu membaca bukanlah sebuah hobi.
Sungguh tidak pantas lagi ketika kita mendengar seseorang berkata: “Saya tidak senang membaca, tidak biasa, atau cepat bosan membaca”. Karena hal ini sama seperti seorang berkata: “Saya bosan makan, maka saya tidak akan makan”. Ketika kita perhatikan sejarah Nabi, kita akan menemukan perhatian yang sangat besar terhadap kegiatan membaca. Maka tidaklah heran ketika membaca tidak hanya menjadi hobi tapi sudah menjadi sebuah metode hidup.
Sebagai contoh, Rasulullah SAW meminta pada tahanan musyrik yang ingin menebus dirinya untuk mengajarkan baca dan tulis kepada sepuluh orang Mukmin. Hal ini merupakan suatu yang aneh bukan. Karena kalau kita perhatikan keadaan umat Islam pasca perang Badr lebih membutuhkan harta, atau merawat para tahanan agar dapat memberikan tekanan pada kaum musyrikin atau mungkin dapat ditukar dengan tahanan umat Islam yang ada pada mereka. Tapi Rasul berfikir sesuatu yang lebih penting dari itu, yaitu bagaimana cara mengajarkan umat Islam agar dapat membaca. Apalagi waktu itu buta huruf masih meraja lela. Bukankah kebangkitan, kemajuan dan perkembangan suatu kaum tergantung pada kadar perhatian mereka terhadap baca tulis dan belajarnya kaum tersebut. Karena itu membaca sebuah kebutuhan yang sangat urgent.
Mari kita perhatikan wahyu pertama yang turun kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat Jibril as Kalimat “Iqra”, bukankah ini mengundang sebuah perhatian tersendiri. Sebenarnya bisa saja wahyu itu dimulai dengan kata-kata lain, akan tetapi mengapa Al Quran yang diturunkan selama 23 tahun memulai dengan kata ini (Iqra’)? Lalu mengapa kata ini ditujukan pada Nabi bukankah beliau adalah seorang Ummi (tak dapat membaca dan menulis), padahal di sisi lain Beliau memiliki beribu-ribu keutamaan mulia dan perangai terpuji, dimana Al Quran bisa saja memulai dengan kelebihan dan keutamaan itu. Tetapi mengapa wahyu pertama malah memulai titahnya kepada kanjeng Rasul dengan perintah yang jelas, langsung, dan tercakup dalam sebuah kata yang mengandung sebuah metode hidup, membaca.
Keadaan Rasul yang tak tahu bagaimana cara dan apa yang dibaca ketika itu dengan jelas terlihat dari jawaban Beliau: “Ma ana bi qori‘ (Saya tak dapat membaca)”. Bukankah kalimat ini sudah cukup menjadi alasan agar Jibril memilih topik lain, atau menjelaskan maksud yang ia (Jibril) inginkan. Tapi Jibril malah mendekap Nabi dengan sangat keras kemudian ia memerintahkannya dengan perintah yang sama, Iqra‘.
Nabi sendiri tidak tahu apa yang ia inginkan, bahkan ia tak tahu siapa orang yang ada di hadapannya itu dan bagaimana ia bisa datang ke tempat itu. Kejadian ini pun berulang–ulang sampai tiga kali dan akhirnya Jibril melepaskannya seraya membacakan kelima ayat pertama surat Al-’Alaq. Semua kejadian ini sebelum Jibril menyatakan bahwa ia adalah Malaikat utusan Allah, Ia adalah Rasulullah, wahyu itu adalah Al Qur’an, dan agama baru ini adalah Islam. Sebelum adanya semua pernyataan ini ia menyuruh Nabi sebuah perintah yaitu membaca.
Tidakkah cukup hal itu menjadi sebuah bukti kepada Umat Islam akan pentingnya membaca!
Apakah masuk akal jika sebuah awal kata yang diturunkan dalam Al Qur’an merupakan sebuah hobi, yang disenangi sebagian orang dan dijauhi bahkan dibosani sebagian lainnya!
Al Quran terdiri lebih dari 1770 kata, tapi kata iqra (membaca) adalah kata pertama yang diturunkan dalam Al Quran. Ia juga mengandung ribuan kata perintah seperti Shalat (wa aqimus shalah), zakat (wa atuz zakah), jihad dan lain-lain, tapi kata perintah pertama adalah membaca (iqra). Bahkan tidak hanya berhenti di sini, kelima ayat pertama yang diturunkan seluruhnya juga berbicara tentang topik membaca. Kata iqra‘ juga disebut berulang-ulang sebanyak dua kali.
Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya, mengapa kita harus membaca? apakah ia merupakan sebuah perantara atau tujuan?
Membaca adalah sebuah perantara, kita membaca untuk belajar. Hal ini telah Allah jelaskan pada kelima ayat surat Al-Alaq tadi, “Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Peran membaca sebagai perantara untuk mencapai sebuah pengetahuan semakin terasa penting terlihat dari ayat di atas. Walau kita tahu bahwa pengetahuan adalah tujuan membaca tetapi Allah tidak memulai Al Quran dengan kata ta’allam (belajarlah) bahkan Ia malah memulai dengan kata iqra‘ (bacalah).
Memang banyak sarana untuk belajar seperti mendengar, melihat, mencari pengalaman, dan bereksperimen. Tapi sarana terbesar untuk belajar adalah membaca. Seakan-akan Allah mengajarkan kita bahwa sekalipun terdapat begitu banyak sarana belajar tapi kita tetap harus membaca. Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa membaca bukanlah sekedar hobi tapi ia merupakan sebuah metode hidup. Menengok sejenak keadaan umat Islam sekarang ini, kita temukan buta huruf masih merajalela. Sebuah keterpurukan pada umat Al Quran. Umat yang kata pertama dalam pegangan hidupnya adalah membaca. Sungguh amat berbanding terbalik dengan konsep yang diajarkan Islam.
Persentase buta huruf secara kesuluruhan (sama sekali tidak bisa baca atau menulis) pada bangsa Islam mencapai 37 %. Tapi dengan keadaan buta huruf yang sudah sangat kritis ini dunia Islam hanya menganggarkan kurang dari 4% dari income total mereka. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini tidaklah dianggap sebagai sebuah persoalan penting bagi mereka. Dan ini adalah sebuah problem besar yang membutuhkan perhatian lebih. Angka 37% itu hanya buta huruf yang terlihat jelas, belum terhitung buta huruf lainnya yang secara tidak langsung sudah tersebar pada Umat ini. Ternyata tingkatan “buta huruf” juga terdapat pada orang-orang yang dapat membaca dan menulis dengan baik, bahkan mereka pun telah menamatkan jenjang Perguruan Tinggi. Contohnya tak sedikit orang yang telah lama bergelut dalam baca dan tulis, tapi anehnya kadang mereka tidak tahu banyak hal yang sangat penting yang terjadi di dunia ini. Bukankah ini merupakan kebutaan dalam umat kita!
Ada juga orang yang masih awam terhadap agama. Bahkan mungkin kita pernah temui seorang Profesor di sebuah Universitas, seorang dokter spesialis, atau pengacara ulung yang tidak tahu hal-hal sepele dalam agama mereka. Atau mungkin masih ada orang yang belum tahu tentang hal-hal dasar dalam undang-undang dan aturan-aturan hidup mereka.
Kunci tegak dan berdirinya suatu Umat adalah kata “iqra“. Tidak mungkin sebuah umat dapat tegak berdiri tanpa membaca. Oleh karena itu salah seorang “dedengkot” Yahudi pernah berkata: “Kami tak pernah takut dengan bangsa Arab (Islam), karena mereka adalah bangsa yang tak dapat membaca”. Benarlah apa yang dikatakan Yahudi itu walau sebenarnya mereka adalah pembual ulung. Karena Umat yang tidak dapat membaca adalah umat yang tidak memiliki wibawa dan tak perlu disegani.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat menggugah dan membawa pencerahan bagi penulis khususnya serta para muslimin umumnya untuk dapat mengaplikasikan titah awal yang diperintahkan pada Umat ini, membaca. Amin. Wallahu wa Rosuluhu ‘Alam.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17262/membaca-itu-bukan-hobi/#ixzz1jtU14vQZ
READ MORE - Membaca Itu Bukan Hobi

Memori Kawan :)

Assalamualaikum :)
________________________________
"Kalau tuan dapat kawan baru sayang kawan yang lama di tinggalkan jangan" yaa itulah sedikit cuplikan syair lagu Soleram yang tidak asing lagi terdengar di telinga sobat semua. Secuplik syair lagu tersebut sangatlah dalam maknanya. Pas banget bagi kita para remaja yang sedang masanya mencari-cari teman,apalagi anak sekolah. Dari kelas 7 ke kelas 8 dari kelas 8 ke kelas 9 dari kelas 10 ke kelas 11 dst. tiap kenaikan kelas pastilah  nanti dapat teman-teman yang berbeda, teman yang dulu pernah sekelas dengan kita belum tentu nantinya akan sekelas,tapi tidak menutup kemungkinan untuk sekelas lagi,,,yaa mungkin itulah jodoh...wkwkkwk :) .Namun jika telah mendapat kawan baru yang lebih cocok daripada kawan lama janganlah skali-sekali melupakan kawan-kawan kita yang dulu, kalo ada mantan pacar apakah ada mantan sahabat??jangan sampailah seperti itu. Kalau bisa kita harusnya menjaga dan mempertahankan tali persahabatan itu jangan sampai memutusnya. Jika mendapat kawan baru ikatlah ia dengan kawan-kawan kita yang lain sebagai kawan yang telah ada selama ini,kawan-kawan yang telah menemani hari-hari kita,kawan--kawan yang selalu menghiasi hari-hari kita. Jika tiada kawan maka hari ini serasa tiada berawan,,langit tak berawan??haa ::)

                                  satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
satu cerita teringat didalam hati
karena kau berharga dalam hidupku, teman
untuk satu pijakan menuju masa depan
 saat duka bersama, tawa bersama
berpacu dalam prestasi hal yang biasa
satu persatu memori terekam
didalam api semangat yang tak mudah padam
kuyakin kau pasti sama dengan diriku
pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
kawan… kau tahu, kawan… kau tahu kan?
beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan











                                        kenanglah sahabat… kita untuk slamanya

Itulah secuplik dokumentasi para alumni X-ford SMAN3 Mojokerto,,,Walaupun sekarang kita beda-beda kelas Alhamdulillah dan mudah-mudahan saja masih solid dan tetep kompak sampai kita tua nanti...wkwkkw :) Amiinn. 



~ SEKIAN ~
Wassalam :)
                                 
READ MORE - Memori Kawan :)

Jumat, 13 Januari 2012

Bersyukur di atas Penderitaan Orang Lain

Sari al-Suqthi, seorang ulama ahli ilmu tauhid yang sangat wara’ berkata, “Sudah tiga puluh tahun lamanya aku selalu membaca istighfar, dan baru sekali ini aku membaca alhamdulillah.”

“Bagaimana ceritanya?” tanya seorang sahabatnya.

“Pada waktu terjadi peristiwa kebakaran di pasar Baghdad, seseorang dengan tergopoh-gopoh datang menemuiku seraya memberitahukan bahwa kedaiku selamat. Spontan aku berucap ‘Alhamdulillah!’ Tetapi, lantas aku menyesal, karena mensyukuri keberuntunganku sendiri di atas penderitaan orang banyak.”jawabnya.
READ MORE - Bersyukur di atas Penderitaan Orang Lain

Senin, 09 Januari 2012

"Jika"- Renungan

Jika Manusia Sibuk Dengan Urusannya, Allah Akan Mengerti..
Jika Manusia Tidak Punya Waktu Untuk Allah, Allah akan Mengerti..
Jika Manusia Tidak Mau Menepati Janjinya, Allah Akan Mengerti..
Jika Manusia Tidak Mau Menuju kepada-Nya, Allah Akan Mengerti..
Jika Manusia Membangkang kepada-Nya, Allah Akan mengerti..
Jika Manusia Tidak Ingin Mencintai Allah, maka Allah Akan Mengerti..
JIka Tiba Saatnya MANUSIA telah MENINGGALKAN DUNIA INI....
MAKA ITULAH TIBA SAATNYA bagi MANUSIA UNTUK "MENGERTI".....
BAHWA SEGALANYA TELAH TERLAMBAT.......
READ MORE - "Jika"- Renungan

Random Post

 

Every Story Can Be A History | Designed by www.rindastemplates.com | Layout by Digi Scrap Kits | Author by Your Name :)